Gerakan pramuka adalah salah satu kelanjutan dari gerakan kepanduan Indonesia yang telah terlebur menjadi satu dari banyaknya gerakan kepanduan di Indonesia. Terjadinya perubahan nama dari “Pandu” menjadi “Pramuka” ini merupakan bagian dari proses penting dan menjadi goresan tinta sejarah yang tidak terlupakan masyarakat Indonesia, termasuk bagi anggota pramuka.
Adapun untuk nama pramuka sendiri pertama kali dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang diambil dari istilah “Paramuka” yang merupakan nama pasukan khusus dan terdepan di Keraton Yogyakarta pada jaman penjajahan Belanda. Oleh karena itu jika ada pertanyaan siapa nama Bapak Pramuka Indonesia?, jawabnnya adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Daftar Isi
Bapak Pramuka Indonesia Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Alasan Bapak Pramuka Indonesia dinobatkan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX salah satunya, karena beliau merupakan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka yang pertama kali di Indonesia dan menjabat pada tahun 1961 sampai dengan 1974.
Kemampuan dalam mengelola kepramukaan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sampai pada tingkat Internasional atas jasa beliau sehingga mendapat anugerah Bronze Wolf Award merupakan penghargaan tertinggi dan satu-satunya dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) pada tahun 1973.
Semangat perjuangan dan prestasi Sri Sultan Hamengkubuwono IX sudah selayaknya menjadi kebanggaan bangsa Indonesia dan khususnya lagi anggota pramuka. Atas jasa Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam memperjuangkan Gerakan Pramuka sudah selayaknya kita untuk mengenal lebih dekat bapak pramuka indonesia.
Biografi Bapak Pramuka Indonesia
Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir pada tanggal 1 Oktober 1912 di Sompilan Ngasem, Yogyakarta. Beliau lahir dengan nama Gusti Raden Mas Darodjatoen anak dari Bapak Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Ibu Raden Ajeng Kustilah.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX diusia 3 tahun diangkat menjadi putera mahkota (calon raja) dengan gelarnya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putera Narendra ing Mataram. Sri Sultan Hamengkubuwono IX tinggal dipisahkan dari keluarganya diusia 4 tahun dan dititipkan pada keluarga Mulder yaitu orang Belanda yang tinggal di Gondo kusuman agar harapan orangtuanya tercapai yaitu mendapatkan pendidikan disiplin dan cara hidup sederhana meskipun anak raja.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam keluarga Mulder diberikan nama panggilan Henkie yang diambil dari nama Pangeran Hendrik suami Ratu Wilhelmina di Negeri Belanda.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendapatkan pendidikan taman kanak-kanak di Frobel School asuhan Juffrouw Willer di Bintaran Kidul dan melanjutkan ke pendidikan dasar di Europeesch Lagere School (ELS) di Yogyakarta dan lulus pada tahun 1925.
Setelah itu beliau melanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Semarang, Bandung dan Harleem lulus di tahun 1931 lalu meneruskan ke Fakultas Indologi (ilmu tentang indoneisa) bagian bidang ekonomi di Unversitas Leiden Belanda. Setelah sekian lama di Belanda pada tahun 1939 beliau pulang ke Indonesia.
Satu tahun kepulangan dari Belanda pada tanggal 8 Maret 1940 Sri Sultan Hamengkubuwono IX dinobatkan menjadi raja Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Sampeyandalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panoto Gomo, Kalifatulla Ingkang Kaping IX.
Gelar tersebut memiliki arti mempunyai kekuasaan untuk menentukan perdamaian atau peperangan dan bahwa dia pulalah panglima tertinggi angkatan perang pada saat terjadi peperangan. Sultan juga Abdurrahman Sayidin Panoto Gomo atau penata agama yang pemurah, sebab dia diakui sebagai Kalifatullah.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX memberikan contoh bangsawan demokratis. Dalam kepemimpinannya banyak perubahan yang dibuatnya. Pendidikan barat yang telah dialaminya sejak kecil dan banyak alternatif budaya untuk menyelenggarakan Keraton Yogyakarta di kemudian hari. Tradisi di keraton yang kurang menguntungkan dihapus dan diganti dengan alternatif budaya baru.
Cara kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang demokratis tidak mementingkan kepentingan sendiri bahkan meskipun beliau mencari alternatif budaya namun tidak menghilangkan substansi yang perlu dipertahankan.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX berpandangan luas sehingga beliau ingin memulihkan kejayaan kerajaan Yogyakarta. Beliau berkaca seperti masa kejayaan Mataram karena konsep politik keagungbinataraan yaitu kekuasaan raja adalah agung binathara bahu dhenda nyakrawati, berbudi bawa leksana ambeg adil para marta. Pandangan ini menjadikan Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk menjadi raja yang demokratis dan berprinsip kedaulatan rakyat tetapi tetap berbudi bawa leksana.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX memiliki paham kebangsaan yang tinggi terlihat dalam pidato penobatannya yaitu ada dua hal penting yang pertama beliau berkata, “Walaupung saya telah mengenyam pendidikan barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa”.
Perkataan penting kedua “Izinkanlah saya mengakhiri pidato saya ini dengan berjanji, semoga saya dapat bekerja untuk memenuhi kepentingan nusa dan bangsa, sebatas pengetahuan dan kemampuan yang ada pada saya”.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX memiliki sikap tegas bahkan beliau mendukung Republik Indonesia dengan sangat konsekuen. Bahkan setelah Proklamasi Republik Indonesia beliau segera mengirimkan amanat kepada Presiden RI yang menyatakan keinginan kerajaan Yogyakarta mendukung pemerintahan.
Bahkan ketika Ibukota yaitu Jakarta mengalami keadaan gawat darurat beliau tidak berkeberatan untuk memindahkan Ibukota ke Yogyakarta. Bahkan ketika diduduki musuh beliau bukan saja tidak mau menerima bujukan Belanda untuk berpihak namun beliau berinisiatif yang itu membahayakan dirinya.
Bahkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengijinkan para gerilyawan bersembunyi di kompleks keraaton pada serangan umum 1 Maret 1949. Ketika waktu Menjelang masuknya Jepang, bangsawan Jawa banyak yang khawatir akan tentara penjajah yang menggantikan Belanda ini.
Mereka mengajak Sultan menyingkir ke Australia, atau ke Belanda. ”Apa pun yang terjadi, saya tidak akan meninggalkan Yogya. Justru bila bahaya memuncak, saya wajib berada di tempat, demi keselamatan keraton dan rakyat,” katanya.
Tidaklah aneh kalau Raja Yogya ini ikut berjuang di masa perjuangan kemerdekaan. Andilnya besar dalam perundingan- perundingan dengan Belanda. Sudah banyak diketahui, bagaimana sikap Sultan membela tanah airnya, dan membela keutuhan keraton. Jabatan-jabatan di luar keraton yang dipegangnya juga bukanlah enteng.
Setelah Indonesia merdeka Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang sebelumnya beliau adalah Sultan Yogyakarta (1940) lalu menjadi Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta (1945) mulai ikut terjun dalam politik nasional. Dimulai dari Gubernur Militer Untuk DIY (1945-1949) lalu di politik nasional menjadi Menteri Negara (1946-1949). Menjadi Menteri Pertahanan Kordinator Keamanan Dalam Negeri (1949), Wakil Perdana Penteri (1950-1951), Menteri Pertahanan (1952-1953), Ketua Bapekan (1960-1962), Ketua BPK (1964-1966), Waperdam Bidang Ekuin (1966), Menteri Utama Bidang Ekonomi dan Keuangan (1966-1967), Menteri Negara Ekuin (1967-1973) dan Jabatan tertingginya adalah Wakil Presiden Republik Indonesia (1973-1978) .
Sri Sultan Hamengkubuwono IX aktiv dalam berbagai kegiatan-kegiatan beliau menjadi Ketua Umum KONI Pusat, Ketua Dewan Pembimbing Pariwisata Nasional dan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi tokoh pramuka sehingga dikenal Bapak Pramuka Indonesia beliau yang menerima Panji Gerakan Pramuka saat pertama kali diserahterimakan oleh Presiden Republik Indoneisa Ir. Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1961 yang kini tanggal tersebut diperingati hari pramuka.
Jasanya belia tidak hanya diakui di Indonesia. Beliau mendapatkan anugerah penghargaan tertinggi dan satu-satunya oleh World Organization of the Scout Movement (WOSM) yaitu Bonze Wolf Award pada tahun 1973.
Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada 1 Oktober 1988 di Rumah Sakit George Washingtong University Amerika Serikat pukul 04.30 waktu setempat. Seminggu kemudian 8 Oktpber 1988 jenazah dikebumikan di Astana Saptarengg, komplek pemakaman Raja Mataram di Imogiri, sekitar 17 km selatan kota Yogyakarta.
Demikianlah untuk ulasan atas penejelasan Bapak Pramuka Indonesia, biodata bapak pramuka Indonesia, biografi bapak pramuka, dan kiprahnya dalam membangun bangsa. Semoga menjadi panutan dan pelajaran kepada generasi bangsa Indonesia.