Arti kebudayaan pada dasarnya mengambil peran sentral dalam kehidupan manusia baik sebagai hasil ciptaan maupun refleksi atas kehidupan sosial manusia. Unsur-unsur kebudayaan mencakup perlengkapan hidup manusia, mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem kepercayaan.
Oleh karena itulah, dengan demikianlah untuk memahami makna kearifan lokal diperlukan suatu pemahaman yang lebih jelas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, pengertian kearifan berasal dari kata “arif” yang berarti bijaksana, cerdik dan pandai. Sementara itu kata “kearifan” bermakna kebijaksanaan atau kecendikiaan.
Daftar Isi
Kearifan Lokal
Secara materi kearifan lokal mengacu pada adanya nilai-nilai kebijaksanaan yang terkandung dalam kebudayaan setempat. Dalam konteks inilah setidaknya di Indonesia, setiap etnis atau suku memiliki kearifan lokal sesuai dengan kondisi kebudayaan masing-masing.
Hal ini menjadi keunggulan sekaligus tantangan dalam merumuskan suatu nilai kearifan lokal bersama. Merancang suatu strategi pembelajaran yang terintegrasi hanya dengan mengedepankan nilai kearifan lokal khusus jelas merupakan hal yang mustahil.
Dalam kearifan lokal terkandung prinsip lokalitas, yakni setiap daerah memiliki arti nilai kearifan masing-masing. Strategi pembelajaran yang baik hendaknya berangkat dari keberagaman ini. Setiap daerah wajib menempatkan nilai kearifan lokal dalam pembelajaran generasi mudanya, meskipun hal ini akan berkonsekuensi munculnya beragam bentuk pembelajaran dalam tingkat praktis.
Teori Kearifan Lokal
Perkataan Francis Bacon, knowledge is power setidaknya telah mengungkapkan bagaimana alam dapat ditundukkan manusia dengan mengikuti hukum-hukumnya. Perkataan itu menandai masuknya manusia pada zaman modern, yakni penguasaan manusia atas alam. Auguste Comte, seorang sosiolog, membagi tahapan perkembangan masyarakat menjadi tiga, yakni: pertama, tahap teologis, yang menekankan pada kekuatan supernatural dan tokoh agamis.
Kedua, tahap metafisik, yang ditandai dengan kepercayaan adanya daya-daya abstrak seperti “alam”. Ketiga, tahap positivistik, ditandai dengan kepercayaan pada ilmu. Pada perkembangannya proses alienasi itu terlahir akibat pendewaan masyarakat atas ilmu-ilmu positivistik.
Dalam proses alienasi itu, manusia dianggap tidak lebih dari objek yang dapat dikuasai. Wacana kemajuan memberikan dampak luas bagi manusia. Fakta menunjukkan bahwa perkembangan manusia justru semakin kabur, dan menjauh dari wacana kemajuan tersebut.
Krisis ekonomi, krisis moral, eksploitasi alam dan manusia, semua itu buah dari proses alienasi manusia. Kini menjadi pertanyaan, dapatkah kearifan lokal mampu menjawab permasalahan-permasalahan itu? Kearifan lokal hendaknya mampu menempatkan diri sebagai landasan pijak, dan mengantisipasi kehidupan di masa mendatang.
Oleh karena itu, kearifan lokal tidak cukup dengan membakukan nilai-nilai yang selama ini diyakini. Kearifan lokal sendiri harus terbuka untuk didiskusikan sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat mencakup permasalahan yang aktual dan mencakup wilayah yang luas.
Nilai Kearifan Lokal
Perkembangan zaman menuntut adanya suatu nilai-nilai sosial yang lebih universal dan terbuka. Nilai-nilai kearifan lokal harus dapat diuniversalkan apabila eksistensinya ingin tetap diakui. Konsekuensi globalisasi adalah adanya kesalingterhubungan, artinya tidak ada suatu masyarakat yang terisolasi, kecuali dalam kasus-kasus tertentu.
Oleh karena itu, kearifan lokal harus dapat mengambil nilai-nilai universal yang terkandung dalam tradisi setempat sehingga mampu menjadi solusi atas permasalahan yang dihadapi manusia masa kini.
Demikianlah pembahasan yang dapat disampaikan dalam ulasan mengenai teori dan nilai dalam kearifan lokal beserta dengan pembahasannya. Semoga dapat bermanfaat bagi seganap pembaca yang sedang mencari ulasan mengenai “Kearifan Lokal”.