Sanggar Alang-Alang Surabaya adalah salah satu bentuk rumah singgah untuk anak jalanan. Mengapa hal demikian terjadi, alasannya karena di negeri yang majemuk seperti Indonesia ini mempunyai beragam budaya, kreatifitas, sejarah, adat, dan masih banyak lagi.
Indonesia adalah negara yang penuh dengan imajinasi. Kita bisa mengimajinasikan Indonesia sesuai dengan apa yang kita inginkan. Dari imajinasi itulah memberikan mimpi-mimpi yang luar biasa terhadap bangsa. Mimpi yang kemudian melahirkan langkah-langkah nyata untuk mewujudkan mimpi-mimpi positif tersebut. Itulah yang dilakukan Didit Hape dan keluarganya. Mewujudkan mimpi-mimpi positifnya untuk Negara Indonesia. Melalui sanggar alang-alang, ia merealisasikan mimpinya untuk membebaskan Indonesia dari anak jalanan.
Daftar Isi
Profil Sanggar Alang-Alang Surabaya
Surabaya adalah salah satu kota besar di Indonesia. Tetapi, di Surabaya tak jarang kita temukan banyak anak-anak kecil dan remaja yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Begitu pula di daeah sekitar Terminal Joyoboyo Surabaya. Daerah Joyoboyo dari dahulu terkenal kumuh dengan banyaknya preman dan anak jalanan.
Tetapi tidak seperti anak jalanan yang lainnya, anak-anak jalanan yang ada di sekitar Joyoboyo mempunyai potensi dan prestasi yang baik. Mereka juga telah diasuh, diajar dan ditampung oleh Sanggar Alang-Alang milik Bapak Didit Hape.
Sanggar alang-alang terletak di Jalan Gunungsari nomor 24 Surabaya, dekat dengan terminal Joyoboyo yang kumuh dan terkenal banyak preman serta anak jalanan yang putus sekolah. Alang-alang didirikan oleh salah satu wartawan yang dermawan bernama Bapak Didit Hape sebagai sekolah alternatif atau pendidikan luar sekolah yang dikhususkan untuk anak keluarga kurang mampu, anak yatim dan terlantar. Alang-alang tumbuh dan berkembang sejak 16 April 1999.
Sebelumnya pada tahun 1998, Alang-alang hanyalah sekolah malam di pinggiran terminal joyoboyo. Setiap malam, Pak Didit menyempatkan waktu untuk mengajar anak- anak tersebut pada sekolahnya yang diberi nama SMP (Sekolah Malam Pengamen). Semakin bertambah hari, sekolah seadanya ini semakin banyak diikuti anak-anak sekitar. Sehingga dibentuklah lagi sekolah dengan nama dan SMA (Sekolah Malam Asongan).
Hasil bimbingan selama kurang lebih satu tahun mengantarkan anak-anak binaan Pak Didit menghadiri undangan pentas dari salah satu sekolah internasional di Surabaya, anak-anak jalanan tersebut menampilkan kesenian musik dan nyanyian internasional yang berhasil memikat perhatian siswa dan para undangan pada acara tersebut.
Dari sinilah uang pertama yang dipakai Pak Didit untuk mendirikan sanggar di wilayah Gunungsari pada tahun 1999 agar anak-anak jalanan bisa lebih terdidik. Pada tanggal 28 Maret 2001, Sanggar Alang-alang secara resmi terdaftar sebagai Yayasan Pendidikan Peduli Anak Negeri.
Asal Musal Nama Sanggar Alang-Alang
Nama Alang-alang memiliki arti tersendiri bagi Pak Didit, bahwa layaknya sebuah tanaman. Alang-alang adalah rumput liar yang suka mengganggu keberadaan tanaman lain, juga merupakan tanaman yang terabaikan dan tidak terawat.
Namun suatu hari ketika Pak Didit sedang berada di Bali, dia melihat banyak sekali tanaman hias yang sangat indah dan menarik. Setelah didekati ternyata tanaman hias itu adalah tanaman alang-alang. Akhirnya Pak Didit berfikir bahwa seliar-liarnya rumput alang-alang, itu adalah ciptaan Tuhan yang pasti memiliki manfaat, tergantung seperti apa orang memandang, merawat dan memanfaatkannya.
Begitupun dengan anak-anak jalanan yang dipandang rendah dan tak berguna oleh banyak orang. Sebenarnya mereka adalah anak-anak yang lebih istimewa, tergantung dari bagaimana orang melihat dan membimbing mereka seperti para seniman.
Gambaran Umum Sanggar Alang-Alang
Bapak Didit Hape tidak pernah menyebut anak alang-alang sebagai anak jalanan. Beliau menyebutnya dengan anak negeri. Anak jalanan merupakan anak negeri generasi bangsa yang perlu mendapat perhatian kita semua.
Ini sesuai dengan UUD ’45 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi “Fakir, miskin, dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Tetapi dalam penarapan UU tersebut anak jalanan banyak yang masih terlantar dan juga tidak memperoleh atau mendapatkan haknya. Mereka anak jalalanlah berkarya, belajar, harus bekerja demi menopang hidup keluarganya. “Kalau ada pegawai negeri yang disantuni negara, kenapa tidak ada anak-anak negeri yang dibiayai negara?” ujar Didit Hape.
Jika ditanya apa motivasi awal mendirikan Sanggar Alang-Alang? Panggilan hati adalah jawabannya. Kemudian jika ditanya dari mana uang yang dipakai sehingga mampu mejadikan sekolah binaan Sanggar Alang-Alang sampai saat ini? Jawaban ringan yang diberikan adalah karena keikhlasan. Semua yang dilandasi ikhlas, tanpa pamrih dan niat yang baik akan awet dan bermanfaat.
Ada saja rizki yang datang, seperti undangan narasumber talkshow, dan sumbangan dari para relawan yang merupakan jembatan rizki dari Allah untuk mereka anak- anak yang dianggap tidak berguna oleh kebanyakan orang.
Alang-alang didirikan ini bisa jadi sebagai sekolah alternatif atau pendidikan luar sekolah yang dikhususkan untuk anak keluarga miskin, anak yatim & anak terlantar. Alang-alang tumbuh dan berkembang sejak 16 April 1999. Sebelumnya didirikan sanggar alang-alang hanya sekolah malam yang dilakukan di pinggiran terminal joyoboyo. Akan tetapi kemudian berkembang menjadi sebuah sanggar dan berdiri sampai sekarang. Pada tanggal 28 Maret 2001, Sanggar Alang-alang secara resmi terdaftar sebagai Yayasan Pendidikan Peduli Anak Negeri. Pendidikan yang diberikan di Sanggar Alang-Alang lebih mengarah pada minat bakat dan pembentukan karakter anak-anak jalanan.
Saat ini, kurang lebih sekitar 180 anak dengan usia antara 5 sampai 18 tahun yang telah dibimbing di Sanggar ini. Untuk pendidikan formal, ana-kanak tersebut disekolahkan Pak Didit ke sekolah-sekolah sekitar Gunungsari.
Kemudian di sore hari anak-anak diberi pengetahuan tentang kehidupan, nilai moral, dan nilai sosial. Anak-anak berhak memilih apa bakat mereka dan mengasahnya pada pembelajaran sore di Sanggar Alang-Alang.
Kegiatan Sanggar Alang-Alang.
Seperti pendidikan pada umumnya, di sanggar Alang-Alang pun memiliki jadwal pelajaran seperti berikut;
- Senin : Pendalaman Spiritual oleh Ibu-Ibu pengajian untuk anak-anak yang usianya mulai menginjak remaja.
- Selasa : Menggambar dan Melukis
- Rabu : BIAN (Bimbingan Ibu dan Anak Negeri)
- Kamis : Kesenian seperti seni musik, drama, dan lain-lain.
- Jum’at : Mengaji, mempelajari tentang agama
- Sabtu dan Minggu adalah hari libur, kecuali ada relawan yang akan mengisi untuk mengajarkan anak-anak di Sanggar.
Demikianlah ulasan mengenai sanggar alang-alang, yang di dalamnya mencangkup “sanggar Alang-Alang Surabaya” profil, gambaran umum, dan bentuk kegiatannya. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Oh iya, untuk sumber tulisan: Ilvy Wiliyanti, Dkk (2016) dalam “Edukasi Kreatif “Light Based Technology Laser Music Instrumental” Dalam Rangka Pengenalan Seni Dan Teknologi Modern Berbasis Cahaya Untuk Anak-Anak Jalanan Sanggar Alang-Alang Surabaya”